Longsor Mengguncang Tojo Una-Una, Jalur Trans Sulawesi Terputus Akibat Hujan Lebat

Bencana Longsor di Jalur Trans Ampana–Poso Akibat Hujan Deras
Hujan deras yang mengguyur wilayah Tojo Una-una pada Senin (6/10/2025) sore menyebabkan dua titik longsor besar di jalur utama Trans Ampana–Poso. Material tanah dan batu menimbun badan jalan di Desa Podi, Kecamatan Tojo, serta Desa Marowo, Kecamatan Ulubongka, membuat jalur vital penghubung antarkabupaten itu lumpuh total.
Laporan resmi yang diterima Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sulawesi Tengah pada pukul 17.43 WITA menyebutkan, longsor terjadi sekitar pukul 16.00 WITA. Derasnya hujan selama beberapa jam sebelumnya membuat tebing di sisi jalan tidak mampu menahan beban air dan akhirnya runtuh ke badan jalan.
“Dua titik longsor menutup penuh akses di jalur Trans Ampana–Poso. Saat ini kendaraan, baik roda dua maupun roda empat, tidak dapat melintas,” kata Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Sulawesi Tengah, Dr. Ir. H. Akris Fattah Yunus, MM dalam laporan resminya kepada BNPB dan pemerintah pusat.
Tim Reaksi Cepat (TRC) BPBD Tojo Una-una telah diterjunkan ke lokasi untuk melakukan penilaian cepat (assessment) dan memastikan tidak ada korban jiwa maupun warga yang terdampak langsung. Hingga Senin malam, belum dilaporkan adanya pengungsi atau korban luka.
Namun, kondisi cuaca yang masih diguyur hujan membuat proses evakuasi material longsor tertunda. Jalan yang menghubungkan wilayah pesisir timur Sulawesi Tengah dengan pusat-pusat ekonomi di bagian barat kini praktis terisolasi sementara. “Alat berat menjadi kebutuhan mendesak agar pembersihan bisa segera dilakukan,” ujar Akris Fattah Yunus.
Pemerintah provinsi telah berkoordinasi dengan BNPB dan dinas terkait, termasuk Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang serta Dinas Sosial, untuk mengirimkan bantuan teknis ke lokasi terdampak. Situasi masih dipantau secara intensif oleh Pusdalops BPBD Sulawesi Tengah.
Longsor di jalur Trans Sulawesi bukan kali pertama terjadi. Wilayah Tojo Una-una dan Ulubongka dikenal memiliki kontur perbukitan curam dengan tingkat kerentanan tinggi terhadap bencana tanah longsor, terutama saat musim hujan intensif seperti sekarang.
Selain memutus akses transportasi, bencana ini juga menimbulkan kekhawatiran terhadap rantai pasokan logistik antarwilayah. Jalan Trans Ampana–Poso merupakan jalur utama distribusi bahan pangan dan kebutuhan pokok antara wilayah timur dan barat Sulawesi Tengah.
Hingga Senin malam, tim gabungan masih siaga di lokasi. Pemerintah daerah mengimbau warga agar tidak memaksakan diri melintas di sekitar area longsor hingga pembersihan selesai dilakukan. “Keselamatan warga adalah prioritas utama,” tegas Akris Fattah Yunus, menutup laporannya.
Dampak Jangka Panjang dari Bencana Longsor
Bencana longsor yang terjadi di jalur Trans Ampana–Poso tidak hanya memberikan dampak langsung terhadap akses transportasi, tetapi juga berpotensi memengaruhi perekonomian masyarakat sekitar. Jalan tersebut menjadi jalur vital bagi perdagangan antarwilayah, sehingga ketidakberlanjutan aktivitas transportasi dapat berdampak pada ketersediaan barang dan harga di pasar lokal.
Selain itu, longsoran tanah dan batu yang menutupi jalur jalan memerlukan waktu dan sumber daya yang cukup besar untuk dibersihkan. Proses pembersihan ini membutuhkan alat berat dan tenaga ahli, yang tentu saja memakan biaya dan waktu. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya persiapan dan mitigasi bencana di wilayah-wilayah rawan longsor.
Pemerintah setempat juga harus meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya bencana alam, terutama di daerah-daerah yang rentan terhadap longsoran. Edukasi dan pelatihan tentang cara menghadapi bencana bisa menjadi langkah awal untuk meminimalisir risiko dan dampak negatif dari kejadian serupa di masa depan.
Upaya Pemulihan dan Perbaikan Infrastruktur
Untuk mempercepat pemulihan infrastruktur, pemerintah daerah bersama dengan lembaga-lembaga terkait sedang mencari solusi terbaik. Salah satu strategi yang digunakan adalah penggunaan alat berat untuk membersihkan material longsor dan memperbaiki jalur jalan. Namun, proses ini membutuhkan koordinasi yang baik antara berbagai pihak, termasuk BPBD, dinas terkait, dan masyarakat setempat.
Selain itu, pemerintah juga perlu mempertimbangkan pembangunan infrastruktur yang lebih tahan terhadap bencana. Misalnya, dengan membangun sistem drainase yang baik dan memperkuat tebing-tebing di sepanjang jalur jalan. Ini akan membantu mengurangi risiko terjadinya longsor di masa depan.
Kesimpulan
Bencana longsor di jalur Trans Ampana–Poso menjadi pengingat bahwa bencana alam bisa terjadi kapan saja, terutama di daerah yang memiliki kondisi geografis yang rentan. Meskipun situasi saat ini masih dalam pengawasan dan penanganan, upaya pencegahan dan mitigasi bencana harus terus dilakukan agar tidak terulang kembali.
Masyarakat diharapkan tetap waspada dan patuh terhadap imbauan pemerintah. Selain itu, partisipasi aktif dari masyarakat dalam menjaga lingkungan dan menghindari aktivitas yang berisiko juga sangat penting dalam mengurangi potensi bencana.